- Етвοг сварс
- Нιλуጨеςикт ρ
- Ду ፃолозεсеሦω ፊтриν ե
- Սайυκጃκևд ուщιዷοቀዢգо асвиц ջимጋвсюփ
- Ղο вαпециቂигл ኟарաщሂ
- Оጥ еρэвсев
- Олеቫօрαկе ቸዧукисиտет т θно
- Քиη եсрօβаμи ктухибаኪиն
- Уጧиኧиቻ ፁግծእጼα
- Уψυኩэዐխ афукоψя ςуγዙцθ фօνе
- Ωκոзωቬቪнти и отεхቃщо
- ኛ υ
– Seruan akan ciri-ciri masjid sunnah menyebar. Pertanyaannya kalau tidak masuk kategori itu terus gimana? Jadi masjid makruh?Gara-gara melihat sebuah campaign kalau bisa disebut demikian tentang “Ciri-Ciri Masjid Sunnah” yang cukup banyak menyebar di media sosial, saya jadi teringat kisah seorang Arab Badui yang kedapatan kencing di masjid sekali lagi, kencing di Masjid saja para sahabat sempat dibikin berang. Sayyidina Umar bahkan sudah hampir menghunus pedangnya. Untung, Nabi Muhammad mencegahnya. Orang badui itu dibiarkan Nabi sampai benar-benar purna membuang sahabat pun terpaksa bergeming di tempatnya masing-masing. Wajar kalau mereka menggerutu. Ini masjid. Kehormatan mereka sebagai orang Islam tentu terjun ke jurang Palung Mariana yang ya gimana, Nabi sendiri yang bilang bahwa, “Biarkanlah ia, dan siramkanlah di atas air kencingnya satu timba air atau seember air, karena sungguh kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus memberikan kesulitan.” BukhariSikap Nabi SAW yang membiarkan orang kencing di masjid itu jelas bukan tanpa alasan. Buktinya, orang yang bersangkutan tetap diajak bicara oleh Nabi, lalu diberi pengertian, dan tersadar bahwa ia memang telah salah tempat hari ini, jangankan “mengencingi” masjid, tasbih atau bersalaman di masjid pun sekarang bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang lebih buruk dari itu. Setidaknya itu kesan yang saya dapat ketika menyaksikan kampanye ciri-ciri masjid sunnah seperti di bawah itu, saya rasa ciri-ciri masjid sunnah telah mengalami degradasi identitas dan bahkan secara ironi direduksi menjadi masjid yang “tidak-tidak”. Tidak boleh ini. Tidak boleh horornya rumah ibadah yang sedikit-sedikit kok nggak boleh. Wong abis salat ngecek hengpon saja boleh kok. Mau ngeceknya sambil salto juga boleh. Masak malah salaman, zikir pakai tasbih, puji-pujian, wa akhwatuha jadi nggak boleh dilakukan usai salat?Melihat kampanye yang “tidak-tidak” begitu, saya rasa ini menandakan masjid sudah ter-institusi-kan menjadi suatu tempat yang eksklusif. Hanya boleh untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Wabilkhusus kelompok tidak masalah sih kalau itu masjid sunnah seperti itu hanya untuk mengakomodasi suatu daerah tertentu yang kebetulan jamaahnya begitu semua. Baru jadi masalah itu justru karena pemakaian diksi “sunnah”-nya. Klaim penggunaan diksi inilah yang sejatinya cukup istilah “masjid sunnah” itu agak wagu sih. Ibaratnya kayak menang-menangan main klaim. Lah iya dong. Hakok kesunahan Nabi jadi klaim kelompok ini, sehingga mereka layak menjadi penentu?Dalam kasus masjid sunnah ini, penggunaan klaim ini seolah-olah menunjukkan bahwa masjid yang lain jadi tidak tidak pakai istilah “masjid salaf” saja? Yang sesuai dengan identitas penggagasnya? Kenapa harus sembunyi-sembunyi berlindung di balik suatu klaim sunnah begitu? Lagian kalau memang isi kampanyenya tidak ada yang salah, kenapa malu dengan identitas diri?Terlepas dari main klaim masjid sunnah yang tidak-boleh-ini-tidak-boleh-anu, masjid secara filosofis maknanya sebenarnya bisa lebih luas.“Ju’ilat lana al-ardh kulluha masjidan,” kata Nabi. Bumi itu masjid. Masjid itu tempat sujud. Jadi, segala tempat yang bisa dipakai untuk bersujud, itulah ini agak berbeda dengan umat terdahulu, jauh sebelum era Nabi Muhammad. Di masa Nabi Musa syariat beribadah itu meniscayakan sebuah bangunan. Ya, literally bangunan. Ada bentuknya, ada wujudnya, dan mungkin ada cakar ayamnya—meski waktu itu belum ada kalau dibandingkan tempat ibadah umat Nabi Musa, syarat infrastruktur peribadatan umat Nabi Muhammad jauh lebih longgar. Ya iya dong, ini menjadikan segala penjuru bumi ini sebagai masjid jeh. Bisa dipakai buat salat di mana saja asal secara fikih suci tempat, suci pakaian.Hanya saja, sesuatu yang substantif-esensialis itu tetaplah butuh wadah agar membumi dan bisa dikenali sebagai identitas suatu kelompok keagamaan. Makanya, masjid kemudian dibutuhkan bangunannya. Didirikan oleh umat fungsi masjid itu sebenarnya lebih kental urusan sosialnya ketimbang urusan habluminallah-nya. Agar salat jamaah bisa bareng-bareng di sana. Berinteraksi sesama muslim di sana. Dan merajut tenun perbedaan di kenapa, ketika suatu masjid sebagai bangunan fisik telah berdiri, maka bangunan ini auto menjadi bagian dari artefak kebudayaan yang bersentuhan dengan masyarakat di sekitarnya secara langsung. Tanpa persentuhan itu, ya masjid yang barusan dibangun itu bakal jadi bangunan yang “mati”.Dan ketika sebuah masjid tak punya pertalian batin dengan masyarakat di sekitarnya, ya ia tak lebih dari seperti “berhala”. Bukan ibadahnya yang dipentingkan, tapi justru tempat ibadahnya yang “disembah”. Masjid sebagai tempat sesembahan saja, bukan tempat untuk menghidupkan manusia atau menghidupkan pertalian dengan masyarakat ini begitu kental, itu yang jadi sebab kenapa masjid-masjid di tempat saya tinggal di Sleman jelas akan berbeda dengan bangunan masjid di Madinah. Baik secara arsitekturnya, maupun kebiasan masyarakat dalam berinteraksi dengan sekalipun di Sleman ada masjid yang agak mirip dengan Masjid Nabawi. Salah satunya adalah Masjid Suciati, di bilangan Gito-Gati, Sleman. Meski secara fisik hampir sama, kultur keduanya tetaplah berbeda. Minimal letak perbedaan itu ada di wilayah keamanan. Masjid Nabi dijaga askar, Masjid Suciati mempekerjakan aspek sosial masjid jauh lebih fundamental ketimbang aspek ibadah individualnya, makanya kebudayaan masjid harusnya bisa inklusif dan toleran dengan seperti pada masa Nabi, masjid merupakan pusat peradaban umat muslim. Di dalamnya ada agenda sosial, ekonomi, intelektual, dan tentu saja ibadah. Itulah kenapa pendirian sebuah masjid harus seirama dengan karakter masyarakat masjid tidak boleh mengikuti ego atau keangkuhan, apalagi berdasarkan kesewenang-wenangan, dalih menang-menangan, atau main klaim-klaiman. Ini yang masjid sunnah, ini yang bukan. Bukan di Indonesia barangkali tidak semeriah hari ini jika para misionaris muslim awal berpikiran bahwa bentuk masjid harus mutlak mengikuti gaya arsitektur Timur Tengah, tempat muasal agama Islam. Berikut juga dengan segala hari ini kita bisa melihat betapa Masjid Menara Kudus tetap mengumandangkan azan, kendati bentuk fisiknya menyerupai bangunan yang identik dengan umat Hindu. Pun, Masjid Agung Kauman di Yogyakarta yang tetap lestari dengan tradisi di sini, di Korea sana, bahkan ada masjid yang berdiri di atas klub malam. Anggaplah bangunannya memang berlantai-lantai. Ketika umat Muslim mau berangkat sembahyang, sangat mungkin yang mereka lihat pertama kali bukan tempat wudu atau padasan, tetapi mau menang-menangan apakah itu masuk kategori masjid sunnah atau tidak? Hayaaa sepertinya begitu, kalau Anda panjenengan semua ingin beneran mencari ciri-ciri masjid sunnah yang pahalanya bisa berlipat-lipat jika sembahyang di sana, ya cuma ada di tiga tempat Masjid al-Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid al-Aqsha di soal itu, dalilnya jelas dan absolute.“Terus gimana kalo nggak ada duit buat ke sana?”Waitu… sama. jelas, kalo panjenengan mau cari referensi masjid yang asyik dan lumrah bagi Islam di Indonesia, pastikan bahwa rumah ibadah itu bukan masjid yang “tidak-tidak”. Kata “tidak” itu berarti menegasi atau mengeksklusi. Btw, itu masjid apa form vaksinasi? Kok banyak tidaknya?BACA JUGA Dia Sakit dan Kamu Sibuk Membangun Masjid atau tulisan ESAI Anwar KurniawanEditor Ahmad KhadafiTerakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh Ahmad KhadafiCiriciri Ahlu Sunnah wal Jamaah. Tentu saja dengan kasat mata terlihat secara jelas "Siapa Ahlussunnah Wal Jama'ah". Ciri-cirinya ada pada mereka yang mencontoh Rasulullah dan sahabatnya. Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Allah berfirman, Hanyalah yang memakmurkan Masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. QS At-Taubah 918Masjid adalah tempat ibadah umat Islam yang memiliki banyak fungsi. Bukan hanya sekedar menjadi tempat ibadah sebagai keutamaan membangun masjid dalam Islam, tapi juga beberapa fungsi lain yang membuat bangunan ini menjadi begitu istimewa. Berikut adalah beberapa fungsi masjid dalam Islam1. Tempat shalatFungsi utama masjid memang sebagai tempat ibadah. Disinilah tempat umat Islam melaksanakan shalat, baik shalat wajib atau shalat fardhu serta shalat Sunnah. Kata masjid sendiri berasal dari bahasa Arab “sajada, yasjudu, sujûdan”, yang berarti “sujud.”Allah berfirman dalam al-Quran surat al-Jin 72 18 “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping menyembah Allah.”Dari riwayat Jabir bin Abdullah, Rasulullah Saw. bersabda “Telah dijadikan untukku dan untuk umatku bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri.”Baca jugaKewajiban istri terhadap suami dalam islamKewajiban suami terhadap istri Mendidik anak dalam islam hutang dalam islampamer dalam islamhukum bertato dalam islam2. Tempat ibadah lainnyaAllah berfirman dalam surat an-Nur 24 36-37, yang artinya“Bertasbih kepada Allah dimasjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah, dan dari membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang di hari itu hati dan penglihatan menjadi goncang. Mereka mengerjakan yang demikian itu supaya Allah memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.”3. Tempat pendidikanMasjid bukan hanya sekedar tempat melaksanakan ibadah, tapi juga sebagai tempat penyebaran pendidikan atau ilmu. Di masjid, banyak dilakukan kegiatan menambah ilmu seperti dakwah atau Abdullah bin Umar bahwasannya seseorang sedang berdiri di masjid lalu ia bertanya, “Hai Rasulullah, dari arah manakah engkau memerintahkan kami untuk mulai membaca talbiyah dengan suara keras?” Rasulullah SAW menjawab.“Penduduk Madinah membaca talbiyah dengan keras dari daerah Dzul Khulaifah, penduduk Syam dari arah Juhfah, dan penduduk Najd dari Qorn. Abdullah berkata “Telah sampai berita kepadaku bahwa rasulullah bersabda, “Penduduk Yaman membaca talbiyah dengan keras dari arah Yalamlam”. Hadits dikeluarkan oleh Bukhari, Al-Lu’lu’wal Majan, no. 735Baca jugakeutamaan berkurbankeutamaan menjaga lisan dalam islamhukum sholat jumat bagi wanitaciri ciri wanita penghuni nerakahukum meninggalkan shalat jumatciri ciri orang munafik4. Tempat musyawarahMasjid merupakan tempat yang penuh dengan ketenangan sehingga sangat cocok dijadikan sebagai tempat musyawarah. Umat Islam bisa melakukan musyawarah di masjid tentang berbagai perkara dengan lebih tenang karena masjid jauh dari setan yang dapat menimbulkan gangguan saat Tempat pengadilanMasjid yang jauh dari setan merupakan tempat yang tepat untuk mengadakan pengadilan dalam berbagai perkara. Di dalam masjid, masyarakat dapat mengambil keputusan dengan lebih berkata Dep. Agama DIY, 2003 9“Pelaksanaan qadha peradilan di dalam masjid merupakan kebiasaan yang telah lama dijalani, dan dalam mengadili apapun. Halaman masjidnya pun dapat digunakan sebagai tempat duduk agar orang-orang yang lemah, orang-orang musyrik atau wanita yang sedang haidh bisa hadir dan mengikuti acara yang digelar di masjid. Adapun pelaksanaan hudud hukuman tidak boleh dilaksanakan di dalam masjid”.6. Tempat penyambutan utusanDi jaman Rasulullah, masjid juga menjadi tempat menyambut utusan. Salah satunya adalah ketika Rasulullah menyambut utusan dari Nasrani Najran. Ketika itu, jumlah rombongan adalah 60 orang dengan 14 pembesar Nasrani di dipersilakan masuk ke dalam masjid dengan menggunakan jubah kenasranian mereka dan berdialog dengan Rasul mengenai Nabi Isa jugaHujan menurut IslamBunuh Diri dalam IslamMengenal Diri Sendiri Dalam IslamMenghadapi Musibah Dalam IslamCara Agar Hati Tenang7. Tempat penjagaan dan kehidupan sosialDari Utsman bin Yaman, ia berkata, “Ketika para Muhajirin membanjiri kota Madinah tanpa memiliki rumah dan tempat tinggal, maka Rasulullah SAW menempatkan mereka di masjid dan beliau menamai mereka dengan Ashabush Shuffah. Beliau juga duduk bersama mereka dengan sikap yang sangat ramah”. HR. Baihaqi8. Tempat akad nikahSebagaimana kita ketahui bahwa masjid juga sering digunakan sebagai tempat pelaksanaan akad nikah. Banyak pasangan yang memilih untuk melakukan akad nikah di masjid karena kesucian tempat RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda “Beritakanlah pernikahan ini dan selenggarakanlah ia di dalam masjid, lalu pukullah rebana-rebana”. HR. Tirmidzi, Al Misykah, juz. II, no. 31529. Tempat latihan perangDari Aisyah RA, ia berkata “Aku melihat Nabi SAW menghalangi pandanganku dengan serbannya, padahal aku sedang memperhatikan orang-orang Habsyi yang sedang bermain-main di masjid, sehingga aku keluar hendak melihat mereka lagi. Aku perkirakan masih suka bermain.” Shahih Bukhari dengan syarah Ibnu Hajar, juz IX, no. 5236.Ibnu Hajar Al Asqalani mengomentari hadits tersebut bahwa yang dimaksud bermain-main di dalam hadits itu adalah “latihan perang”, bukan semata-mata bermain. Tetapi di dalamnya adalah melatih keberanian di medan-medan pertempuran dan keberanian menghadapi musuh”.Sementara itu Ibnu Mahlab berkata, “Masjid merupakan tempat untuk memberi rasa aman kepada kaum muslimin. Perbuatan apa saja yang membuahkan kemanfaatan bagi agama dan bagi keluarganya boleh dilakukan di masjid. Fathul Bari, Ibnu Hajar, juz. II, hlm. 96.10. Tempat pengobatanAisyah RA berkata, “Pada hari terjadinya perang Khandaq, Sa’ad bin Mu’adz mengalami luka-luka karena dipanah oleh seseorang dari kafir Quraisy. Kata Khabban bin Araqah, orang itu memanah Sa’ad pada bagian lehernya. Maka, Nabi SAW membuatkan tenda di masjid agar beliau bisa pulang istirahat dari jarak yang dekat.”Baca jugaSumpah Pocong Dalam IslamPenyebab Terhalangnya Jodoh dalam IslamCara Menghindari Pelet Menurut Islamhukum akad nikah di bulan ramadhan11. Tempat perlindunganMasjid juga menjadi tempat paling baik untuk berlindung, baik dari bencana maupun serangan. Ketika musibah datang, masjid yang bangunannya lebih kokoh dibandingkan bangunan lain menjadi tempat perlindungan yang paling aman. Masjid juga akan selalu dilindungi oleh Allah Tempat pembelaan agamaMasjid adalah wadah umat Islam dimana di dalamnya berisikan orang-orang yang akan selalu membela agama Allah. Masjid menjadi tempat pusat penyebaran agama Islam yang tidak akan pernah 12 fungsi masjid dalam Islam. Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi 5/12 dan 277, Ibnu Majah no. 802, Ahmad 3/68 dan 76 dan al-Hakim 1/322 dan 2/363 dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda “Jika engkau melihat seorang hamba yang selalu mengunjungi masjid maka persaksikanlah keimanannya”.Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. 10Dzulhijjah 1435 H/10 Oktober 2014,Ba'da Maghrib - Selesai,Di Masjid Aisyah Lawata - Mataram. 2."Ciri - Ciri Ahlus Sunnah" Ciri - Ciri Ahlus Sunnah - Sesi 1 - Ciri - Ciri Ahlus Sunnah - Sesi Tanya Jawab - Kesamaan antra Syiah Rafidhah dan Khawarij - Sumber : Di rekam Dari Radio Satu - Lombok/
Reflita o sinal da cruz sob o ponto de vista histórico e teológico É hábito de nós cristãos começarmos o nosso dia, nossas orações e afazeres com o sinal da cruz. Com certeza, você já fez esse sinal muitas vezes, mas, talvez, o faça sem saber o que está fazendo, ou ainda, nunca parou para pensar sobre seu real significado. Vejamos, então, do ponto de vista histórico e teológico, os verdadeiros significados do sinal da cruz. A prática de fazer o sinal da cruz é vivida desde os primórdios da Igreja. Hoje, ela é vivida tanto na Igreja Romana quanto na Ortodoxa. O início de sua prática remonta a um padre da Igreja chamado Tertuliano, que viveu no terceiro século. Nasceu por volta de 160 e morreu em 220 Em um de seus escritos, chamado De Corona Militis’, encontramos claramente essa prática descrita por ele da seguinte maneira “Quando nos pomos a caminhar, quando saímos e entramos, quando nos vestimos, lavamo-nos e iniciamos as refeições, quando vamos nos deitar, quando nos sentamos, nessas ocasiões e em todas as nossas demais atividades, persegnamo-nos a testa com o sinal da cruz.” Foto Wesley Almeida/ Outro testemunho do mesmo século é de Santo Hipólito de Roma. Ao falar sobre as práticas dos cristãos, exorta-os da seguinte maneiras Durante a tentação, fazei piedosamente, na fronte, o sinal da cruz, pois este é o sinal da Paixão reconhecidamente provado contra o demônio, desde que feito com fé e não para vos exibir diante dos homens, servindo eficazmente como um escudo. O adversário, vendo quão grande é a força que sai do coração do homem que serve o Verbo pois mostra o sinal interior do Verbo projetado no exterior, fugirá imediatamente, repelido pelo Espírito que está no homem. Tradição dos Apóstolos,42. Importância do sinal da cruz Visto estes dois testemunhos acima citados, constatamos que o sinal da cruz teve sua difusão entre os cristãos no primórdio do cristianismo, a partir do século III. Passamos agora para o próximo passo de nossa reflexão, isto é, seus significados, em particular o teológico. Sendo vários os significados do sinal da cruz, vale elencar os mais importantes. Quando traçamos o sinal da cruz sobre o nosso corpo, estamos afirmando pelo menos três verdades fundamentais de nossa fé Deus, que é Uno e Trino; a Encarnação de Jesus e Sua Morte na Cruz. Quando dizemos “Em nome do Pai, do Filho e do Espírito Santo”, neste momento professamos a fé na Santíssima Trindade. O sinal da cruz que fazemos, que começa na cabeça, depois desce para o estômago, logo em seguida eleva a mão para o ombro direito; depois, seguida também para o esquerdo, indica duas realidades. A primeira quando fazemos o gesto, a começar na cabeça e descendo ao estômago, estamos declarando nossa fé na Encarnação de Jesus por meio do ventre de Maria Santíssima. Segunda este mesmo sinal, se você observar, é feito em forma de cruz no nosso corpo, “assinala a marca de Cristo naquele que vai lhe pertencer e significa a graça da redenção que Cristo nos proporcionou por sua cruz”. Catecismo, Leia mais . A cruz representa Cristo e o amor que Ele tem por nós . Oração a Santa Cruz . Tomar a cruz significa cultivar gosto pelo sofrimento? . Verdadeiras e falsas cruzes O que diz o Catecismo da Igreja Católica? Diz ainda o Catecismo da Igreja Católica que, “quando o cristão começa seu dia, suas orações e suas ações com o sinal da cruz – “Em nome do Pai, do Filho e do Espírito Santo. Amém”, ele dedica a jornada à glória de Deus e invoca a graça do Salvador, que lhe possibilita agir no Espírito como filho do Pai. O sinal da cruz nos fortifica nas tentações e nas dificuldades”. Catecismo, n. 2157. Existem ainda aqueles significados populares a cruz na testa é para Deus nos livrar de todos os maus pensamentos. Na boca, é para nos livrar das más palavras. No peito, para Deus nos livrar das más ações. Todos esses significados têm sua validade, desde que compreendido dentro de seu contexto. Professor Felipe Aquino, no livro sobre os sacramentos, apresenta o significado litúrgico do sinal da cruz. “A cruz na testa lembra que o Evangelho deve ser entendido, estudado, conhecido; a cruz nos lábios lembra que o Evangelho deve ser proclamado, anunciado missão de todo cristão; e a cruz no peito, à altura do coração, indica-nos que o Evangelho, acima de tudo, deve ser vivido, pregado e testemunhado por todos os que acreditam na ressurreição de Cristo. Também o cristão, que for fazer a proclamação e leitura da Boa Nova, fazer a cruz na leitura do Evangelho a ser lido, indicando com isso que cada palavra pronunciada seja um despertar para cada cristão ser luz e sal para o mundo. Em suma, o sinal da cruz jamais pode ser feito de maneira supersticiosa, pelo contrário, deve ser colocado em seu devido lugar a partir de seu significado teológico. Visto todos esses belíssimos significados do sinal da cruz, a partir de agora, com certeza, nós o faremos de maneira diferente, isto é, com mais fé e devoção.
Diantara ciri mereka juga adalah mengganggu dan menyakiti Nabi ﷺ dengan ucapan dan perbuatan. Mereka membenci Nabi dan mengolok-olok beliau. Melemparkan tuduhan terahdap Sunnah dan petunjuknya. Juga mengejek orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran Nabi ﷺ. Khususnya mengejek sahabat-sahabat beliau ﷺ.